Berternak ayam untuk produksi akan menguntungkan bila tidak
diganggu oleh permainan harga jual beli, lingkungan yang ekstrim, dan atau satu
lagi yaitu munculnya penyakit ayam. Yang terakhir ini peternak tidak saja memerlukan
dokter hewan dan ahli peternakan, tetapi juga segala jenis obat, vaksin,
suplemen, imunomodulator, serta tidak lupa narasumber yang punya kemampuan
membaca masa depan penyakit ayam.
Untuk menggampangkan prediksi, penyakit ayam dikelompokan jadi
tiga: yang infeksius ditularkan oleh mikroba/parasit seperti ND, CRD, dan
Cocci. Ada pula yang tidak menular seperti gangguan produksi oleh perubahan
pada pakan, keracunan mycotoxin, pemanas tidak optimal; dan kelompok penyakit
tersering muncul adalah gabungan kedua diatas, seperti penyakit infeksius CRD
dapat timbul karena dipicu oleh gangguan faktor manajemen pemeliharaan
(mis-manajemen).
Dalam mengantisipasi munculnya penyakit infeksius,
perbaikan-perbaikan manajemen pemeliharaan serta mutu pakan saja tidak cukup,
karena sumber penyakit (bakteri, virus, jamur, parasit) harus diketahui berasal
dari mana. Dengan mengetahui asalnya, diketahui pula jalan masuk bibit
penyakit/rantai biosecurity mana yang jebol, barulah perbaikan-perbaikan bisa
dilakukan. Dengan demikian untuk tahun mendatang manajer peternakan dapat membuat
prediksi bahwa penyakit ayam yang sama tersebut tidak akan datang.
Dibawah ini adalah kumpulan penyakit ayam infeksius yang masih
dapat mengunjungi kandang peternak tahun ini dan tahun-tahun mendatang, dengan
frekuensi yang berbeda-beda di tiap lokasi/ daerah.
Penyakit yang selalu berulang ada setiap tahun di
kandang-kandang produksi adalahCRD (peternak
bilang kena Ngorok), akibat ulah infeksi bakteri Mycoplasma dan E. coli. Kalau
umur dibawah 2 minggu sudah kena ngorok, umumnya Mycoplasma bawaan dari indukan
dan E. coli sejak dari penetasan.
Indikator CRD dibawah 2 minggu adalah meningkatnya kasus
omphalitis, infeksi yolk sac dan pantat cepel di umur minggu pertama. CRD
muncul di minggu 3-4 sering dipicu (didahului) oleh stress pasca vaksinasi dengan
virus live, kadar ammonia dan kepadatan kandang yang tinggi atau saat ayam
sedang menderita kondisi imunosupresi.
Ayam kena CRD saat dalam kondisi imunosupresi dapat berakibat
muka/ kepala membengkak oleh adanya infeksi sekunder Avian pneumovirus (Swollen
Head Syndrome).
Penyakit mycoplasmosis yang lain sering terlihat sebagai
arthritis dan synovitis di hock joint dan sendi-sendi jari kaki. Pada ayam dara
dan layer baik jenis broiler maupun layer, mycoplasma yang dominan adalah M.
synoviae (MS). Disaat bertelur, MS menimbulkan kerabang telor menjadi pucat dan
benjol (dan tipis) pada ujung lancipnya. Sama seperti M. gallisepticum (CRD),
bakteri ini dapat ditularkan secara vertikal dan horizontal.
Reoviral tenosynovitis oleh infeksi Reovirus menimbulkan synovitis
tendo flexor diatas hock joint. Penyakit ini lebih memilah breed broiler baik
breeder maupun komersial. Ayam pincang, sulit ambil pakan, kerdil atau tidak
bisa kawin. Virus Reo menular dapat vertikal dan horizontal, selain itu mereka
menimbulkan kondisi imunosupresi bagi penderitanya.
Penyakit Aspergillosis organ respirasi anak ayam (Brooder
pneumonia) hanya kadang-kadang terlihat pada ayam umur dibawah 2 minggu
pertama. Kondisi jarang ditemukannya kasus aspergillosis itu dimungkinkan oleh diberlakukannya
biosecurity dan fumigasi mesin tetas yang ketat di hatchery. Kapang
Aspergillus fumigatus merupakan kontaminan kerabang telor, dapat menjadi
penyakit bawaan bagi DOC.
Gumboro penyakit
viral oleh infeksi virus IBD, juga sebagai penyakit ayam yang muncul dari tahun
ke tahun. Gumboro oleh infeksi virus lapang ganas sebagai penyakit akut yang
dapat mematikan (terutama pada layer) sudah jarang terdengar karena program
vaksinasi yang ketat. Tetapi Gumboro yang imunosupresi, terutama bila kena pada
ayam umur dibawah 3 minggu masih sering terjadi.
Virus Gumboro lapang sulit hilang dari kandang dan sumber virus
Gumboro adalah insek kumbang “franky”. Manifestasi klinis oleh virus Gumboro
tersebut sebagai kasus munculnya infeksi sekunder seperti penyakit ND
viscerotropik, Coccidiosis, Necrotik enteritis (NE), CRD, atau bahkan
HPAI.
Penyakit ND
viserotropik oleh virus ND
(Newcastle disease) velogenik yang di Asia/Indonesia masuk dalam kelompok
geno-7 menghantui dunia peternakan ayam sejak dulu (sebelum tehnik pemeriksaan
virus berdasarkan genetik ditemukan) sampai kini; penulis meyakini juga
tahun-tahun mendatang ND akan masih mudah ditemukan. Popularitas ND sebagai
penyakit mematikan meskipun telah menggunakan program vaksinasi, membuat vaksin
NDV asal dalam dan luar negeri selalu laris dipasaran.
Sejak 2003 popularitas penyakit ND agak berkurang oleh munculnya
wabah HPAI H5N1, tetapi frekuensi munculnya ND tiap tahun tidak berkurang.
Kerugian peternak tidak hanya dari kematian tetapi juga deplesi oleh afkir
karena infeksi NDV viserotropik yang velogenik ini menimbulkan gejala
syarap/teleng karena tidak bisa makan dengan normal, sehingga menjadi kurus,
tidak bisa kawin/bertelur.
Coccidiosis adalah
penyakit parasitik pada ayam oleh infeksi beberapa jenis Eimeria di bagian
dalam dinding usus halus maupun usus besar. Penyakit yang menimbulkan enteritis
ini muncul apabila coccidiostat (anti coccidia) pakan kurang dosisnya, atau
nafsu makan ayam turun dan juga ayam sedang sakit ditambah alas kandangnya
basah. Enteritis oleh coccidia yang amat ringan sekalipun dapat menimbulkan
kondisi kekerdilan.
Komplikasi lainnya dari coccidiosis usus adalah timbulnya NE (Necrotic enteritis)oleh
infeksi secondary bakteri Clostridium perfringens; ayam akan mati oleh biakan
kuman Clostridium yang memproduksi toxin yang sistemik.
Penyakit ayam oleh infeksi HPAI
(highly pathogenic avian influenza) H5N1 yang
mematikan masih didapatkan pada tahun ini dan demikian juga tahun-2 dimuka,
meskipun lebih sedikit dari tahun-2 sebelumnya baik dari jumlah kasus maupun
kerugiannya. Hal ini dimungkinkan oleh telah digunakannya vaksin inaktiv dengan
seed HPAI H5N1 secara berulang-ulang, dan juga gejala klinis menjadi tidak
spesifik seperti sebelumnya. Dilaporkan November ini (2012), Australia
menghadapi AI dengan serotype H7, yang berdampak pada distopnya ekspor ayam dan
telur oleh negara importir, padahal penanganannya sudah langsung dengan
stamping out.
Penyakit ayam oleh infeksi virus yang masih tergolong sering
ditemukan adalahMarek. Virus Marek hidup dalam debu bulu (dandruf) akan
terhirup pernafasan ayam yang peka (tidak memiliki kekebalan cukup), virus
berbiak di paru dan menyebar sistemik. Virus Marek yang amat ganas menyukai
syarap kaki, sayap, pencernakan, dan otak, sehingga pada ayam dara menimbulkan
gejala kelumpuhan, tremor dan yang parah sampai teleng-teleng.
Di saat periode bertelur sering dijumpai pembentukan tumor Marek
di hati, limpa, ginjal dan ovary. Selain itu penyakit Marek menimbulkan kondisi
imunsupresi sehingga yang menonjol adalah gejala klinis akibat penyakit infeksi
sekunder. Di Indonesia vaksinasi Marek diberlakukan pada DOC breeder dan layer
betina. Ayam broiler komersial dan jantan layer tidak divaksin Marek, demikian
pula beberapa jenis ayam kampung yang dipelihara dikandangkan sebagai ayam
produksi. Dengan demikian mereka peka kena Marek yang berakibat gangguan
pertumbuhan.
Penyakit infeksi IB
(Infectious Bronchitis) pada
ayam oleh infeksi virus IB yang termasuk dalam coronavirus. IB di tahun 2010-2011
menghebohkan peternak produksi telur dan DOC oleh serangan virus lapang jenis
baru/variant. Tentu saja karena memiliki perbedaan dengan virus IB lokal maka
program vaksinasi biasa kurang dapat menghambat gejala klinis akibat infeksi
oleh IB variant ini. Kerugian peternak terutama oleh kerusakan organ reproduksi
betina seperti ovary dan saluran telur, sehingga ayam tidak bertelur,
banyak krabang yang tipis, retak, keriput, dan pucat.
Selain itu sering dijumpai hydrosalping (oviduct tipis berisi
cairan), sehingga betina tersebut jalannya mirip burung pinguin. Berbagai
variasi vaksin IB digunakan tetapi tidak terlalu menolong kerugian peternak. Di
akhir 2012 kemungkinan telah banyak ayam produksi yang terinfeksi virus IB
variant dan telah menstimuli timbulnya kekebalan sehingga kasusnya menurun.
Akan sangat mungkin di tahun berikut virus variant tersebut menjadi virus IB
lapang lokal dengan tingkat keganasan yang kurang merugikan.
Penyakit Infectious
Coryza (Snot) pada layer oleh
infeksi bakteri Haemophilus paragallinarum mudah dikendalikan dengan program 2x
vaksinasi. Hanya bila peternak memiliki kandang-kandang yang ’multi ages’
terlalu berdekatan, maka Snot masih bisa timbul. Snot juga mudah timbul saat
memasukan ayam pendatang baru (ayam dara dari kandang grower/ baru beli dari
luar).
Pox kulit
sebagai penyakit dipandang tidak merugikan, sehingga meskipun peternak
melihatnya, tidak dipandang sebagai musuh. Vaksinasi 1x seumur ayam layer sudah
dirasa cukup. Jangan lupa pada kondisi imunsupresi (Gumboro, Marek,
Aflatoksikosis), pox kulit bisa menjadi pox basah/diphtheritic pox yang
menyerang rongga mulut dan fatal karena menyumbat pernafasan. Beberapa
vaksin rekombinan yang ”nebeng” pada virus pox bisa berkurang potensinya
gara-gara ayamnya sudah punya kekebalan terhadap pox.
Penyakit kecacingan cacing
pita dan ascariasis masih mudah ditemukan pada layer. Diagnosa dengan bedah
bangkai dan membuka usus halus ayam sample. Keberadaan cacing dewasa jelas
mengganggu produksi dan menjadi indikator kapan harus diberi anthelmentica
serta insektisida (anti vektor kecacingan).
Oleh: Drh. Hernomoadi MVS, APVet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar