AGENDA 21 GLOBAL
SEJARAH AGENDA 21
Asal mula
dimulainya penentuan kebijakan dan program agenda 21 berdasarkan adanya
komitmen global (internasional) dalam rangka mengatasi kerusakan lingkungan di
dunia. Komitmen bersama antar berbagai Negara di mulai melalui adanya
konferensi, konvensi, perhimpunan sampai adanya konvensi KTT bumi. Berikut ini
adalah uraian perjalanan panjang dari komitmen global sampai terbentuknya
program agenda 21 adalah sebagai berikut :
a. Konferensi Stockholm (1972)
Kesadaran
global untuk memperhitungkan aspek lingkungan selain aspek ekonomi dan
kelayakan teknik
dalam pembangunan mencuat tahun 1972. Hal tersebut ditandai dengan Konferensi Stockholm tahun 1972. Konferensi ini atas prakarsa negara-negara maju dan diterima oleh Majelis Umum PBB. Hari pembukaan konferensi akhirnya ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia yaitu 5 Juni. Dari Konferensi ini menghasilkan resolusi-2 yang pada dasarnya merupakan kesepakatan untuk menanggulangi masalah lingkungan yang sedang melanda dunia. Selain itu diusulkan berdirinya sebuah badan PBB khusus untuk masalah lingkungan dengan nama : United Nations Environmental Programme (UNEP). Dalam Konferensi juga berkembang konsep ecodevelopment atau pembangunan berwawasan ekologi. Namun dalam perjalanan, ternyata kesepakatan kesepakatan Stockholm tidak bisa menghentikan masalah lingkungan yang dihadapi dunia. Negara-negara maju masih meneruskan pola hidup yang mewah dan boros dalam menggunakan energi. Laju pertumbuhan industri, pemakaian kendaraan bermotor, konsumsi energi meningkat sehingga limbah yang dihasilkan juga meningkat pula. Sementara negara-negara berkembang meningkatkan exploatasi Sumber Daya Alamnya untuk meningkatkan pembangunan dan sekaligus untuk membayar utang luar negerinya. Keterbatasan kemampuan ekonomi dan teknologi serta kesadaran lingkungan yang masih rendah, menyebabkan peningkatan pembangunan yang dilakukan tidak disertai dengan melindungi lingkungan yang memadai. Maka kerusakan sumber daya alam dan Lingkungan Hidup di negara berkembang juga semakin parah.
dalam pembangunan mencuat tahun 1972. Hal tersebut ditandai dengan Konferensi Stockholm tahun 1972. Konferensi ini atas prakarsa negara-negara maju dan diterima oleh Majelis Umum PBB. Hari pembukaan konferensi akhirnya ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia yaitu 5 Juni. Dari Konferensi ini menghasilkan resolusi-2 yang pada dasarnya merupakan kesepakatan untuk menanggulangi masalah lingkungan yang sedang melanda dunia. Selain itu diusulkan berdirinya sebuah badan PBB khusus untuk masalah lingkungan dengan nama : United Nations Environmental Programme (UNEP). Dalam Konferensi juga berkembang konsep ecodevelopment atau pembangunan berwawasan ekologi. Namun dalam perjalanan, ternyata kesepakatan kesepakatan Stockholm tidak bisa menghentikan masalah lingkungan yang dihadapi dunia. Negara-negara maju masih meneruskan pola hidup yang mewah dan boros dalam menggunakan energi. Laju pertumbuhan industri, pemakaian kendaraan bermotor, konsumsi energi meningkat sehingga limbah yang dihasilkan juga meningkat pula. Sementara negara-negara berkembang meningkatkan exploatasi Sumber Daya Alamnya untuk meningkatkan pembangunan dan sekaligus untuk membayar utang luar negerinya. Keterbatasan kemampuan ekonomi dan teknologi serta kesadaran lingkungan yang masih rendah, menyebabkan peningkatan pembangunan yang dilakukan tidak disertai dengan melindungi lingkungan yang memadai. Maka kerusakan sumber daya alam dan Lingkungan Hidup di negara berkembang juga semakin parah.
b. United Nations On Environment
and Development (UNCED), 1992
Lingkungan
hidup dunia yang semakin baik yang menjadi harapan Konferensi Stockholm
ternyata tidak terwujud. Kerusakan lingkungan global semakin parah. Penipisan
lapisan ozon yang berakibat semakin meningkatnya penitrasi sinar ultra violet
ke bumi yang merugikan kehidupan manusia, semakin banyaknya spesies flora dan
fauna yang punah, pemanasan global dan perubahan iklim semakin nyata dan
betul-betul sudah di depan mata. Oleh karena itu masyarakat global
memperbaharui kembali tekadnya untuk menanggulangi kerusakan lingkungan global
dengan mengadakan KTT Bumi di Rio de Jeneiro pada bulan Juni 1992 dengan tema
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). KTT ini kita kenal dengan
United Nations Conference on Environment and Development (UNCED). Dalam UNCED
disegarkan kembali suatu pengertian bersama bahwa pembangunan berkelanjutan
harus memenuhi kebutuhan sekarang dan generasi mendatang. Untuk mencapai hal
tersebut dalam setiap proses pembangunan harus memadukan 3 aspek sekaligus
yaitu : ekonomi, ekologi dan sosbud. Secara garis besar ada 5 hal pokok yang
dihasilkan oleh KTT Bumi di Rio de Jeneiro yaitu :
1. Deklarasi Rio
tentang lingkungan dan pembangunan. Deklarasi ini berisikan 27 prinsip dasar
yang menekankan keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan serta
pengembangan kemitraan global baru yang adil.
2. Konvensi
tentang perubahan iklim, diperlukan payung hukum guna menangani masalah
pemanasan global dan perubahan iklim.
3. Konvensi
tentang keanekaragaman hayati, diperlukan payung hukum untuk mencegah
merosotnya keanekaragaman hayati.
4. Prinsip
pengelolaan hutan, hutan mempunyai multi fungsi : sosial, ekonomi, ekologi,
kultural dan spiritual untuk generasi. Hutan untuk penyerapan CO2
serta untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan pengelolaan daerah aliran
sungai.
5. Agenda 21,
menyusun program aksi untuk terwujudnya pembangunan berkelanjutan untuk saat
ini dan abad ke 21 : biogeofisik, sosekbud, kelembagaan, LSM.
Dokumen agenda 21 global dianggap
sebagai suatu hasil yang paling penting dalam KTT bumi ini, yang berisi
aksi-aksi dimana setiap pemerintah, organisasi internasional, sektor swasta dan
masyarakat luas, dapat melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan bagi
pembangunan social ekonominya. Adapun, 7 aspek yang ditekankan dalam agenda 21
global adalah :
- Kerjasama internasional
- Pengentasan kemiskinan
- Perubahan pola konsumsi
- Pengendalian kependudukan
- Perlindungan dan peningkatan kesehatan
- Peningkatan pemukiman secara berkelanjutan
- Pemaduan lingkungan dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan
c. World Summit On Sustainable
Development (WSSD), 2002
Setelah 10
tahun KTT bumi, masyarakat global menilai bahwa operasionalisasi
prinsip-prinsip Rio dan agenda 21 masih jauh dari harapan. Masih banyak kendala
dalam pelaksanaan agenda 21. Sekalipun demikian masyarakat global masih
mengganggap bahwa prinsip-prinsip agenda 21 masih relevan. Kelemahan terletak
pada aspek implementasinya. Oleh karena itu Majelis Umum PBB memutuskan adanya
World Summit On Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan
pada bulan September 2002. Ada 3 tujuan utama diselenggarakannya WSSD yaitu :
1. Mengevaluasi 10
tahun pelaksanaan agenda 21 dan memperkuat komitmen politik dalam pelaksanaan
agenda 21 di masa datang
2. Menyusun
program aksi pelaksanaan agenda 21 untuk 10 tahun ke depan
3. Mengembangkan
kerjasama bilateral dan multilateral
Dokumen yang dihasilkan dalam
WSSD adalah :
1. Program aksi
tentang pelaksanaan Agenda 21 sepuluh tahun mendatang
2. Deklarasi
Politik
3. Komitmen berupa
inisiatip kemitraan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan
Tiga ciri utama tren kemajuan pelaksanaan
Agenda 21 di atas 10 tahun terakhir. Pertama, konsep pembangunan berkelanjutan
yang diminta beralih dari fokus pada satu masalah appreciating menuju kompleks
interaksi antara berbagai faktor lingkungan dan pembangunan. Kedua, ada gerakan
internasional dari atas ke bawah norma-lembaga pengaturan nasional-gedung dan
lebih "akar rumput" pendekatan di tingkat pemerintah daerah. Ketiga,
Agenda 21 memerlukan tempat berbasis pengetahuan teknis dan ilmiah, yang telah
mengakibatkan peningkatan keterlibatan penelitian berbasis lembaga seperti
perguruan tinggi dan swasta.
d. Millenium Development Goals,
2000
Konferensi
Stockholm tahun 1972, konferensi Bumi (UNCED) di Rio de Jeneiro tahun 1992, dan
pertemuan puncak pembangunan berkelanjutan (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg
merupakan upaya masyarakat global untuk meletakkan landasan dan strategi yang
bersifat mondial dalam mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup yang
semakin parah dan memprihatinkan. Kesadaran global juga mengemukan karena
ternyata upaya-upaya penanggulangan kemerosotan lingkungan hidup tidak mudah
dan bahkan semakin rumit dan saling kait mengkait berbagai apek kehidupan
seperti sosial, ekonomi, politik budaya, kemiskinan, ketimpangan antar negara.
Selain 3 konferensi/pertemuan puncak para kepala negara/pemerintahan tersebut
kiranya perlu dicatat pula suatu komitmen global yang tidak secara khusus
membahas dan merumuskan masalah lingkungan hidup, namun kaitannya sangat erat
dengan masalah lingkungan hidup yaitu Millenium Development Goals (MDG’s).
MDG’s awalnya dikembangkan oleh OECD dan kemudian diadopsi dalam United Nations
Millenium Declaration yang ditandatangani September 2000 oleh 189 negara maju
dan berkembang. Komitmen dalam MDG’s yang dicetuskan dalam Sidang Umum PBB
tahun 2000 mencakup :
1. Menanggulangi
kemiskinan dan kelaparan ,dengan mengurangi setengahnya jumlah penduduk yang
berpendapatan kurang US$ 1 per hari. Mengurangi setengahnya jumlah penduduk
yang menderita kelaparan.
2. Pemenuhan
pendidikan dasar untuk semua, dengan menjamin semua anak dapat menyelesaikan
sekolah dasar. Hal tersebut disertai dengan upaya agar anak-2 tetap mengikuti
pendidikan di sekolah dengan kulitas pendidikan yang baik.
3. Mendorong
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, dengan menghilangkan perbedaan
gender baik pada tingkat sekolah dasar maupun sekolah lanjutan tingkat pertama
pada tahun 2005 dan tahun 2015 untuk semua tingkat.
4. Menurunkan
angka kematian anak usia di bawah 5 tahun, dengan sasaran menjadi 2/3 nya.
5. Meningkatkan
kesehatan ibu, dengan mengurangi ratio kematian ibu menjadi 3/4 nya.
6. Memerangi
HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, dengan menghentikan dan mulai
menurunkan peyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya.
7. Memberikan
jaminan akan kelestarian lingkungan hidup, dengan memadukan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan ke dalam program dan kebijakan masing-masing negara,
menurunkan hilangnya sumber daya alam, mengurangi hingga 1/2 nya penduduk yg
selama ini tidak bisa mengakses air bersih secara berkelanjutan, perbaikan
secara signifikan terhadap tempat tinggal paling tidak 100 juta tempat tinggal
kumuh (slum dwellers) sampai 2020.
8. Mengembangkan
kerjasama global dalam pembangunan, antara lain dengan pengembangan sistem
perdagangan dan keuangan yang transparan, kepemerintahan yang baik,
memperhatikan kebutuhan negara berkembang seperti memberikan kuota export,
penghapusan/penundaan pembayaran hutang, bantuan untuk pengentasan kemiskinan,
bantuan untuk peningkatan produktivitas kaum muda, akses untuk memperoleh
obat-obatan yang penting bagi negara berkembang.
2.2 PERKEMBANGAN AGENDA 21 di
Indonesia
Indonesia
merupakan peserta aktif pada United Nations Conference on Environment and
Development (UNCED, juga dikenal sebagai “KTT Bumi) di Rio de Janeiro, Brasil
pada tahun 1992. Pada tahun 1997, Indonesia mengeluarkan Agenda 21 Nasional
yang berisikan rujukan untuk memasukkan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan ke dalam perencanaan pembangunan nasional. UNDP (United Nations
Development Programme) telah mendukung pengembangan dan peluncuran agenda 21
Indonesia yang merupakan versi lokal dari agenda 21 global yang diluncurkan
dalam KTT Rio. Agenda 21 mendiskusikan ketergantungan pembangunan sosial dan
ekonomi pada kelestarian lingkungan dan meletakkan dasar untuk pengesahan
perjanjian tentang Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Iklim. Setelah KTT
Johannesburg yang mengkaji ulang agenda 21 global, Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup dengan bantuan UNDP telah melakukan tinjauan terhadap
pelaksanaan Agenda 21 Indonesia untuk meneliti konteks pembangunan
berkelanjutan setelah krisis ekonomi. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup
kini meletakkan dasar untuk merancang strategi jangka panjang menuju pencapaian
tujuan-tujuan agenda 21, terutama komitmen menurut perjanjian tentang
keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Proyek ini diberi nama Post UNCED
Planning and Capacity Building Activities Project dengan produk utama yaitu
dokumen agenda 21 Indonesia (diselesaikan dalam waktu 2 tahun) yang merupakan
strategi nasional menuju pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan yaitu
dengan mengintegrasikan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
UNDP
berkomitmen membantu Indonesia mengkaji dan melakukan penilaian kapasitas yang
didapat semenjak menandatangani kesepakatan agenda 21. Proyek untuk Menilai
Sendiri Kapasitas Nasional atau NCSA (National Capacity Self-Assessment) adalah
inisiatif di bawah GEF (Global Environment Facility) berupa dukungan kepada
negara-negara berkembang dalam mengidentifikasi masalah dan mencari solusi
inovatif agar lebih mampu mencapai sasaran Agenda 21. Proses NCSA akan mendukung pengembangan strategi baru ini, dengan fokus
khusus pada penguatan kapasitas yang dibutuhkan untuk menetapkan
strategi pelaksanaan program-program pengelolaan lingkungan yang lebih baik,
termasuk menghentikan laju kerusakan atau
degradasi lingkungan. Tekanan untuk merealisasikan otonomi daerah dan
kecenderungan baru dalam perdagangan dan perekonomian juga akan menentukan
bentuk pendekatan nasional terhadap pengelolaan lingkungan.
Agenda 21 Nasional ini kemudian
diikuti pula oleh Agenda 21 Sektoral yang dikeluarkan tahun 2000, meliputi
sektor pertambangan, energi, perumahan, pariwisata dan kehutanan. Baru-baru
ini, beberapa pemerintah daerah telah memulai penyusunan Agenda 21 Lokal yang
diharapkan dapat memberi pedoman perencanaan pembangunan di tingkat kecamatan,
dan menjadi rujukan bagi berpagai pihak untuk menyusun rencana-rencana aksi.
Pelaksanaan Agenda 21 di Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, mulai dari
kurangnya kesadaran publik dan pemerintah sampai kurangnya dana dan kemauan
politis.
AGENDA 21 DI INDONESIA
Tujuan pembangunan di Indonesia
yaitu :
(1) meningkatkan
produktivitas sumberdaya,
(2) menganekaragamkan
hasil produksi,
(3) memperbaiki
tata ruang atau sistem peruntukan sumberdaya, dan
(4) memasukkan
fungsi konservasi.
Pembangunan berkelanjutan hanya
dapat diperoleh apabila dilandasi ilmu pengetahuan dan menjadi asas kunci bagi
pencapaian pertumbuhan sosial dan ekonomi jangka panjang. Pembangunan tidak
terlepas dari agenda 21 negara Indonesia. Agenda 21 sebagai suatu advisory
document yang mencangkup aspek kebijakan, pengembangan, program dan
strategi yang meliputi hamper seluruh perencanaan pembangunan bidang sosial,
ekonomi, dan lingkungan. Dalam Agenda 21 Indonesia (Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup, 1997), strategi nasional untuk pembangunan berkelanjutan
terdiri dari 18 bab yang memuat empat program pokok saling mengisi, yaitu :
(1) pelayanan masyarakat,
(2) pengelolaan limbah,
(3) pengelolaan sumberdaya tanah,
dan
(4) pengelolaan sumberdaya alam.
Tiap program pokok diatas terbagi
menjadi sejumlah program. Pelayanan masyarakat memuat program (i) pengentasan
kemiskinan, (ii) perubahan pola konsumsi, (iii) dinamika kependudukan, (iv)
pengelolaan dan peningkatan kesehatan, (v) pengembangan perumahan dan
pemukiman, dan (vi) sistem perdagangan global, instrument ekonomi, neraca
ekonomi, dan lingkungan terpadu. Pengelolaan limbah memuat program (i)
perlindungan atmosfer, (ii) pengelolaan bahan kimia beracun, (iii) pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun, (iv) pengeloaan limbah radioaktif, dan (v)
pengelolaan limbah padat dan cair.
Adapun
pengelolaan sumberdaya tanah memuat program (i) penatagunaan sumberdaya tanah,
(ii) pengelolaan hutan, (iii) pengembangan pertanian dan pedesaan, dan (iv)
pengelolaan sumberdaya air. Sedangkan pengelolaan sumberdaya alam terdiri atas
program (i) konservasi keanekaragaman hayati, (ii) pengembangan bioteknologi,
dan (iii) pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan.
Setiap bab atau
bagian (4 program pokok) diuraikan latar belakang yang memperkenalkan topik
yang akan dibahas, diikuti sejumlah bidang program yang dianggap prioritas bagi
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan berdasarkan dua kerangka waktu
(1998-2003) dan (2003-2020).
Implementasi Program Agenda 21
Indonesia
a. Pengelolaan Limbah
Berkaitan
dengan upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya alam, Agenda 21 global
menawarkan beberapa program aksi guna meningkatkan dan memperbaiki kondisi dan
kualitas lingkungan hidup manusia dami terlaksananya pembangunan berkelanjutan
dalam menyongsong abad 21.
Salah satu program aksi pada
agenda 21 adalah pengelolaan limbah. Isu pengelolaan limbah secara langsung
merasuk ke hampir semua aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu pembahasannya
ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat. Adapun pokok pembahasan dalam
pengelolaan limbah mencakup pada limbah padat dan cair, baik di lingkungan
industri; pengelolaan dan pengaturan penggunaan bahan kimia beracun dan
berbahaya; pengelolaan limbah B3, termasuk limbah rumah sakit dan radioaktif;
dan pengelolaan buangan gas hasil kegiatan yang menggunakan minyak bumi dan
pembakaran biomassa.
b. Perlindungan Atmosfir
Atmosfir
memberikan perlindungan tiga fungsi utama. Pertama sebagai bahan mentah untuk
kegiatan manusia. Kedua sebagai tempat pembuangan yang menyerap dan mendaur
ulang sisa-sisa kegiatan manusia. Ketiga berfungsi mendukung kehidupan. Oleh
karena itu kualitas atmosfir merupakan aset yang harus dilindungi dan
dilestarikan.
Kemampuan
atmosfir memberikan fungsinya dapat terganggu dengan masuknya bahan-bahan pencemar
ke udara yang dikeluarkan oleh kegiatan manusia. Untuk mencegah dan
mengendalikan hal ini perlu sekali terjadi perubahan pandangan di pihak
pemerintah, pihak swasta maupun maupun dimasyarakat luas mengenai:
- Kemampuan atmosfir menerima dan mendaur ulang sisa kegiatan manusia
yang terbatas, dimana kegiatan manusia akan mengganggu kemampuan atmosfir
menjalankan fungsinya.
- Menurunnya kemampuan atmosfir menjalankan fungsinya akan memberi
dampak negatif yang sangat besar dan luas, seperti dapat mengurangi
kesehatan, dapat mengurangi efisiensi ekonomi, meningkatnya tekanan
sebagian masyarakat guna memperlambat laju pembangunan, dapat mengurangi
permintaan barang ekspor indonesia, dan dapat menghambat atau menurunkan
tercapainya target pembangunan ekonomi dan sosial indonesia.
- Biaya yang diakibatkan oleh memburuknya kualitas udara ini sangat
besar dan akan melonjak dengan pesat bila kualitas udara makin memburuk
- Permasalahan perlindungan atmosfir selain berskala lokal dan nasional,
ia juga mempunyai skala regional dan global. Akibatnya kegiatan yang
berkaitan dengan kualitas atmosfir/ udara mempunyai efek dalam hubungan
internasional baik secara politis maupun dalam perdagangan
- Perlu memperhitungkan kaitan kegiatan manusia dengan kualitas udara
terutama untuk kegiatan yang diperkirakan akan memberikan dampak yang
besar pada kualitas udara.
Permasalahan di atas di jabarkan
dalam uraian dan analisa empat bidang program. Bidang program pertama
menekankan masalah kualitas udara skala lokal dan nasional di mana di bahas
pertimbangan lingkungan dan energi dalam sektor-sektor pembangkit tenaga
listrik, transportasi, industri, dan rumah tangga. Bidang kedua dan ketiga
berkaitan dengan isu global, yaitu isu ozon di stratosfir dan perubahan iklim
global bidang keempat berkaitan dengan permasalahan regional, yaitu isu
desposisi asam dan pecegahan kebakaran hutan.
Sumber pencemaran udara
·
sumber tidak bergerak
Sumber
pencemaran udara yang berasal dari sumber tidak bergerak, antara lain industri,
pemukiman/rumah tangga dan pembakaran sampah. Sedangkan sumber pencemaran udara
dari sumber bergerak, adalah dari kegiatan transportasi. Disamping itu,
kebakaran hutan dan lahan juga menjadi salah satu penyebab pencemaran Udara di
Indonesia. Bahkan kebakaran hutan dan lahan mengganggu kestabilan komposisi gas
di atmosfer. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara mengatur bahan pencemar yang perlu dipantau yaitu
sulfurdioksida (SO2), karbonmonoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), partikulat
berukuran kurang dari 10 mikron (PM10) dan timah hitam (Pb).
·
Pencemaran Udara Dari Sumber
Bergerak
Kegiatan
transportasi memberikan kontribusi sekitar 70% terhadap pencemaran udara di
kota-kota besar. Di Jakarta dan sekitarnya (Jabotabek) jumlah kendaraan bermotor
tahun 2000 menurut Polda Metro Jaya-POLRI telah mencapai 4.159.442 unit yang
didominasi oleh jenis kendaraan mobil penumpang. Di Bandung jumlah kendaraan
bermotor untuk tahun 2000 mencapai 588.640 unit. Jumlah kendaraan tersebut
belum termasuk kendaraan yang datang ke Bandung pada setiap akhir pecan
sebanyak 10-25%. Kendaraan bermotor yang beroperasi di Indonesia sampai akhir
tahun 2001 berjumlah 20,78 juta unit yang terdiri dari 3,1 juta unit mobil
penumpang (15%), 684 ribu unit bis (3%), 1,75 juta unit truck (9%), 15,2 juta
unit sepeda motor (73%). Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang cukup
berarti dari tahun ke tahun mengakibatkan terjadi penurunan kualitas udara
ambien yang diakibatkan gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor
tersebut.
Faktor yang
mempengaruhi tingginya pencemaran udara dari kendaraan bermotor adalah pesatnya
pertambahan jumlah kendaraan bermotor, rendahnya kualitas bahan bakar minyak
(BBM) dan masih digunakannya jenis bahan bakar minyak mengandung Pb, penggunaan
teknologi lama (sistem pembakaran) pada sebagian besar kendaraan bermotor di
Indonesia dan minimnya budaya perawatan kendaraan secara teratur. Kondisi
tersebut ditambah oleh buruknya manajemen lalu lintas yang berakibat inefisien
dalam pemakaian BBM.
Bahan bakar
kendaraan bermotor di Indonesia didominasi oleh premium dan solar. Bahan bakar
premium sebagian besar belum ramah lingkungan karena masih menggunakan Pb
sebagai peningkat angka oktan yang menjadi penyumbang terbesar pencemaran
udara.
·
Upaya Pengendalian
• Pemantauan
Kualitas Udara Ambien
• Program Langit
Biru
• Pengendalian
pencemaran udara dari sarana transportasi kendaraan bermotor meliputi:
1. Pengembangan perangkat peraturan
2. Penggunaan bahan bakar bersih (cleaner fuels
3. Pengembangan bahan bakar alternative
• Pengendalian
pencemaran udara dari industri
• Kebijakan
Antisipasi Deposisi Asam
• Kebijakan
Antisipasi Perubahan Iklim
• Kebijakan
Perlindungan Lapisan Ozon di Indonesia
c. Pengelolaan Bahan Kimia Beracun
Dalam
pengelolaan bahan kimia dan beracun yang menuju konsep pembangunan
berkelanjutan tahap awal yang perlu dilakukan adalah menyiapkan seluruh
perangkat terkait dari mulai perangkat hukum, pelaksanaan, dan pembinaannya.
Langkah penerapannya berfokus pada penyeragaman klasifikasi bahaya, sistem
pelabelan dan simbol yang berlaku secara global, memanfaatkan pertukaran
informasi secara intensif dengan mengadopsi prosedur PIC (Prior Informed
Concern) yang telah diakui secara internasional, mengeliminasi sekecil mungkin
resiko, menghindari kemungkinan-kemungkinan kerugian-kerugian secara ekonomik
dengan bertumpu pada analisis daur hidup, bahan-bahan kimia, dan meningkatkan
kemampuan atau kapasitas nasional dalam mendeteksi dan menekan masuknya produk
dan atau bahan kimia yang berbahaya melalui perdagangan global.
Guna
tercapainya sasaran, maka terdapat empat bidang program yang diususlkan yaitu:
1. Peningkatan
kemampuan dan kapasitas nasional dalam pengelolaan bahan-bahan kimia
2. penyerasian
klasifikasi dan pelabelan bahan-bahan kimia
3. penyebarluasan
informasi tentang bahan-bahan kimia beracun dan resiko-resiko kimia, dan
4. penurunan
resiko dan pencegahan lalulintas domestik maupun internasional yang tidak sah
(ilegal) dari produk-produk kimia beracun dan berbahaya oleh karena itu dalam
bab ini hanya memfokuskan pada pengelolaan bahan kimia beracun saja, sedangkan
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun akan di bahas di bab selanjutnya
Bahan kimia beracun dikenal
sebagai bahan kimia yang dalam jumlah kecil dapat menimbulkan keracunan pada
manusia atau mahluk hidup lainnya. Umumnya zat-zat toksik masuk lewat
pernapasan atau kulit, kemudian beredar ke seluruh tubuh atau ke organ-organ tertentu.
Tetapi dapat pula zat-zat tersebut berakumulasi, tergantung pada sifatnya, ke
dalam tulang, hati, darah atau cairan limpa dan organ lain sehingga akan
menghasilkan efek dalam jangka panjang.
Elemen-elemen
dasar untuk pengelolaan bahan-bahan kimia yang ramah lingkungan adalah:
- adanya hukum yang memadai
- pengumpulan dan penyebarluasan informasi
- kapasitas untuk penilaian resiko dan interprestasinya
- tersedianya kebijakan manajemen resiko
- kapasitas untuk implementasi dan pendorong pelaksanaannya
- kapasitas untuk rehabilitasi/ pemulihan tempat-tempat yang
terkontaminasi dan orang-orang yang keracunan
- program-program pendidikan yang efektif
- kapasitas tanggap darurat
d. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Sektor industri
di bawah pertumbuhan ekonomi yang pesat memegang peranan yang sangat besar
sebagai kontributor limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) bukan saja
disebabkan oleh industri tersebut, tetapi juga akibat adanya perdagangan antar
negara yang memungkinkan memperdagangkan limbah B3 atau produk dan teknologi
yang dapat menghasilkan limbah B3.
Guna menekan jumlah B3 perlu
adanya reorientasi sistem berproduksi, dari pendekatan “end of pipe” ke
pendekatan produksi bersih (Cleaner production) yaitu pendekatan “from Craddle
to grave” pendekatan ini menekan jumlah limbah yang dihasilkan dari mulkai
pemrosesan bahan baku hingga barang atau bahan tersebut tidak dapat digunakan
lagi.
elDalam upaya pengelolaan limbah
B3 yang berwawasan lingkungan, maka interaksi antara pranata hukum dan sosial,
kelembagaan, kemampuan sumberdaya manusia, penguasaan teknologi dan bahkan
advokasi dari LSM akan sangat menentukan keberhasilan dari suatu upaya
pengendalian dan pengolahan limbah B3 tersebut.
Guna mencapai hal tersebut di
atas, maka dapat dilakukan dengan bidang program yang mencakup:
1. pengembangan
dan peningkatan pengelolaan limbah B3 yang berwawasan lingkungan dengan
prioritas utama pada minimasi limbah
2. pencegahan
lintas batas limbah B3 secara ilegal dan kerjasama dalam pengelolaan lintas
batas limbah, dan
3. peningkatan dan penguatan kemampuan kelembagaan
dalam pengelolaan limbah B3
e. Pengolahan Limbah Radioaktif
Pengolahan limbah radioaktif, terutama
diperuntukkan bagi perlindungan maksimum bagi mahluk hidup, lingkungan dan
ekosistemnya.
Untuk menjamin keselamatan dan perlkindungan yang
maksimum, maka sebaiknya seluruh pihak yang berkepentingan di dalam pemanfaatan
radionuklida (nuklir) mengikuti asas ALARA (As Low As Reasonably Achievable).
Guna tercapainya pengelolaan limbah radioaktif yang mengikuti prinsip
pembangunan berkelanjutan, maka upaya penerapan teknologi harus layak secara
teknis, ekonomis, layak bagi perlindungan lingkungan dan keselamatan yang
maksimum terhadap potensi bahaya nuklir saat ini dan masa yang akan datang.
Selain itu pemanfaatannya juga harus dapat diterima oleh masyarakat.
Guna pencapaian pengelolaan yang benar-benar
terjamin, diusulkan dilakukan dengan menjalankan bidang program yang menekankan
kepada : pengelolaan limbah radioaktif yang berwawasan lingkungan.
Pengelolaan limbah radioaktif bertujuan untuk
meminimalkan dosis radiasi yang diterima penduduk <
st="on">medan radiasi. Batasan dosis radiasi dari ICRP
(International Commission for Radiation Protection) adalah semua penduduk tidak
akan menerima dosis rata-rata 1 rem perorang dalam 30 tahun dari sampah nuklir.
Pengelolaan limbah radioaktif sangat memerlukan perhatian khusus, hal ini
dikarenakan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, efek somatik dan genetik
pada manusia serta efek psikologis pada masyarakat.
Tiga unsur dasar dalam pengelolaan limbah
radioaktif :
• Pengelolaan bertujuan untuk memudahkan dalam
penanganan selanjutnya.
• Penyimpanan sementara dan pembuangan atau
penyimpanan akhir/lestari.
• Pengawasan pembuangan dan monitoring lingkungan.
Salah satu sifat yang dimiliki oleh sumber
radioaktif adalah memiliki umur paruh. Sifat ini sangat menguntungkan karena
limbah radioaktif akan berkurang radioakvitasnya seiring dengan waktu dalam
bentuk peluruhan dan pengeluaran panas.
f.
Pengelolaan Limbah Padat dan Cair
Limbah Padat dan Cair yang di maksdud pada bab ini meliputi limbah rumah
tangga atau limbah domestik dan limbah industri yang tidak beracun dan
berbahaya
Pengelolaan Llimbah Padat dan cair dalam kerangka pembangunan yang
berkelanjutan mempunyai prinsip bahwa limbah tidak boleh terakumulasi di alam
sehingga mengganggu siklus materi dan nutrien, bahwa pembuangan limbah harus di
batasi pada tingkat yang tidak melebihi daya dukung lingkungan untuk menyerap pencemaran
dan sistem tertutup penggunaan materi seperti daur ulang dan pengomposan harus
dimaksimasi.
PENGERTIAN DARI :
1.
CITES (Convertion On International Trade In Endangered Spesies Of Wild
Fauna and Flora)
Adalah suatu perjanjian internasional yang membahas mengenai perdagangan
jenis – jenis hewan dan tumbuhan yang terancam punah (hewan dan tumbuhan
langka).
2.
Basel Convention
Adalah merupakan sebuah konvensi yang diselenggarakan di Basel,
Switzerland, yang berisi rancangan regulasi mengenai pengetatan (pengawasan
lebih ketat) atas pembuangan limbah beracun.
3.
Vienna Convention
Adalah sebuah konferensi para duta besar Eropa yang di selenggarakan di
Wina, merupakan upaya untuk membentuk kekuasaan yang damai di Eropa.
4.
Montreal Protocol
Adalah suatu
Perjanjian yang mengatur perlindungan
ozon stratosfir dan penelitian, dan produksi dan penggunaan zat perusak ozon.
5.
UNCBD (United Nation Convention on Biological
Diversity)
Adalah Konvensi
Keanekaragaman Hayati yang Bertujuan untuk melestarikan beraneka sumber daya
genetika/plasma nutfah, species, habitat dan ekosistem.
6.
Cartagena Protocol
Protokol Keamanan Hayati, adalah suatu bentuk aturan terhadap pergerakan
lintas batas dari organisme hidup yang telah termodifikasi berikut dengan
resiko-resiko yang akan ditimbulkannya.
7.
UNFCC (United Nation Framework Convention on Clomate Change).
Yaitu sebuah Kerangka
Konvensi mengenai perubahan iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah
kaca di atmosfir sampai pada tingkat yang dapat mencegah campur tangan manusia
yang berbahaya,
berkaitan dengan system iklim.
8.
Kyoto Protocol
Adalah sebuah perjanjian sah antara negara – negara industri untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah
kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi apabila negara tersebut
menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan
dengan pemanasan global.
9.
UNCCD (The United Nations Convention to Combat Desertification)
Adalah konferensi untuk memerangi penggurunan serta mengurangi dampak
kekeringan melalui aksi nasional yang menggabungkan strategi jangka panjang.
10.
Ramsar
Adalah suatu perjanjian internasional antara berbagai negara untuk
mengelola lestari berbagai ekosistem lahan basah di dunia secara berkelanjutan.
11.
CBD (Central Business District)
Adalah distrik pusat kota, biasanya ditandai oleh konsentrasi bangunan
ritel dan kantor. Jadi di pusat kota terdapat bangunan tertinggi yang bisa
menjadi pusat sejarah.
12.
IPCC
Adalah badan
khusus yang telah di bentuk oleh badan PBB, berfungsi untuk kajian iklim.
13.
Eart Summit
yaitu sebuah program
aksi yang menyeluruh dan luas yang menuntut adanya cara-cara baru dalam
melaksanakan pembangunan.
14.
Roterdam
Adalah konferensi tentang prosedur persetujuan atas dasar informasi awal
untuk bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu dalam perdagangan
internasional.
15.
Stockholm
Adalah sebuah konferensi
yang di prakarsai oleh negara – negara maju, menghasilkan resolusi-2 yang pada
dasarnya menerapkan kesepakatan untuk menanggulangi masalah lingkungan yang
sedang melanda dunia.
thanks. artikel bagus
BalasHapusBagus banget artikelnya. Bisa cantumin sumber ga ? Biar lebih terlihat kredibel
BalasHapusterima kasih atas artikelnya, isin saya jadikan sumber dalam artikel saya mengenai problematika penerapan prinsip pencemar membayar dalam penanghulangan polusi udara di beberapa negara.
BalasHapus